Sekiranya kau mencari pelipur lara, maka pandangilah burung-burung yang membelah angkasa raya. Membentang sayap sebagai pertanda merdeka. Melayang, mengendarai angin dengan ringannya. Begitu bahagia. Sebab tak membawa beban apa-apa. Hidupnya untuk hari ini. Makanannya sekedar saat ini. Tidak ada simpanan apalagi tabungan bagi masa depan, karena diartikan sebagai sebentuk kecemasan, yang akan menodai kegembiraan.
Jika demikian, maka melepaskan ikatan kepemilikan atas sesuatu dapat menjadi pernyataan kebebasan. Sehingga, menghilangkan sesuatu berarti jalan menuju kemerdekaan. Sebab, pada umumnya, kau tidaklah memperbudak apa yang kau miliki. Kau justru diperbudak olehnya. Lukamu dan dukamu yang mendalam saat kehilangannya merupakan buktinya.
Dan, jika kesedihanmu masih juga angkuh bersemayam pada singgasananya, maka lihatlah mereka yang tidak memiliki apa-apa sejak semula. Juga mereka, yang terbujur tanpa daya, dalam kungkungan rumah sakit, yang sebenarnya adalah penjara. Atau mereka, yang tertidur dalam gulita bawah jembatan atau lorong tak bertuan, dari kota yang bermandi cahaya.
Kemiskinan bagimu, merupakan kekayaan bagi orang lain, yang bahkan tidak cukup berani untuk memimpikannya. Maka, mari hayati sejenak petuah nabawi:
انْظُرُوْا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah kepada yang di bawahmu, dan janganlah memandang kepada yang di atasmu. Sebab yang demikian itu lebih layak bagimu untuk tidak meremehkan nikmat-Nya kepadamu.” [Shahīh Muslim IV/2275/2963.]
Kehilangan, hanyalah sebuah pelajaran bahwa sejati yang kita miliki bukanlah benda, melainkan amal nyata, yang kelak diperhitungkan oleh-Nya.
Sebenarnya, aku tidak sedang melipur dukamu, apalagi mengguruimu, Kawan. Aku hanya tengah membincangi diriku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar